Home » » Taat Agama dan Rendah Hati

Taat Agama dan Rendah Hati

Written By Madura Aktual on Sabtu, 07 Februari 2015 | 16.17

Pepatah abantal syahadat asapo’ iman (berbantal syahadat berselimut iman) melukiskan religiusitas orang Madura yang terkenal fanatik terhadap agamanya (Islam). Itu bisa dilihat pada umumnya dalam kelengkapan rumah tradisional Madura ada bangunan yang diletakkan di sebelah barat halaman dengan menghadap ke timur yang disebut langgar, sebagai tempat untuk mengerjakan shalat. 

Anak-anak sejak berumur 5 tahun sudah diserahkan kepada guru ngaji akau kiai untuk belajar agama. Pesantren-pesantren besar atau pun kecil selalu dijumpai di mana-mana, sampai ke pulau Kangean.

Ikatan orang Madura dengan agama sedemikian kuat, seorang Madura yang sehari-harinya tidak melaksanakan syariat agama, akan marah kalau disebut bukan orang Islam. Sikap mencintai agama seperti itu sebenarnya bisa menjadi modal untuk melangkah menuju pengamalan agama dari sumber aslinya sebagai manifestasi keyakinan kepada Tuhan. Dengan demikian, agama bukan hanya diterima sebagai warisan tradisi, tetapi benar-benar di tempatkan pada bagian yang paling vital dalam mewarnai kehiduppan. 

Dalam filsafat hidup orang Madura ada ungkapan “mon ba’na etobi’ sake’ ajja’ nobi’an oreng” (kalau kamu dicubit merasa sakit janganlah mencubit orang). Jika ungkapan di atas difahami dengan sikap cerdas, seseorang akan berusaha keras untuk menghormati orang lain, agar orang lain tidak terlukai oleh ulahnya. 

Menurut D. Zawawi Imron, sang budayawan Madura dalam sebuah perbincangan menyebutkan, gambaran lain tentang manusia Madura bisa dilihat pada tokoh wayang seperti Baladewa. “Kalau orang Jawa mempunyai tokoh favorit seperti Kresna dan Arjuna, orang Madura mempunyai tokoh Baladewa. 

"Di mata orang Madura, meskipun Baladewa terkenal tegas dan kaku, tetapi ia selalu konsisten terhadap kebenaran, jujur dan adil serta rela berkorban. Bila mendapat penjelasan yang dapat meyakinkan hatinya, wataknya mudah berubah menjadi lemah lembut”. 

Sisi lain kata Zawawi, Sikap rendah hati orang Madura bisa dilihat ketika orang Madura menyebut “anak saya” dengan “budhu’ kaula”, pada hal istilah “budhu’” lazimnya dipakai untuk anak binatang. “Untuk melengkapi lukisan sosok manusia Madura, ada “saloka”, ungkapan yang lebih menjelaskan sosok manusia Madura yang bertanggungjawab terhadap kehidupan, lingkungan dan alam sekitarnya”, ujar Zawawi .(bersambung: Idealisme Orang Madura Harus Dipertahankan)
Jurnalisme Warga

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.
lontarmadura babad madura