Madura Aktua, Sumenep; Setiap pelaksanaan peringatan hari jadi Sumenep, masih saja Pemerintah Kabupaten Sumenep tidak berfikir kreatif. Banyak hal dinafikan dalam pelaksanaan acara tahunan itu.
“Celakanya Pemerintah cenderung arogan dan egois, padahal kita tahu, peringatan ulang tahun atau hari jadi sebuah daerah, sama artinya peringatan kebangkitan rakyat atau masyarakat daerah itu, bukan sekedar ceremoneal pemerintah”, demikian ungkap Syaf Anton Wr, budaya Madura, ditemui di kediamannya, Rabu, 29/10/2014.
Selain itu, tambah Anton, Sumenep kan sudah didaulat sebagai kota budaya dan memiliki sejarah budaya yang memukau, “namun nyatanya pada moment bersejarah dan berbudaya ini, pemerintah justru mendomasi aktifitas kebudaayan di Sumenep, mulai dari koseptor, regulator sampai operator”, kata penyair senior ini.
Banyak hal yang dicatatnya selama peristiwa hari jadi Sumenep, logo Hari Jadi cenderung berubah-ubah dan tidak menarik, tema hari jadi bombasti dan lebay tidak sesuai formulasi kondisi sejarah dan budaya Sumenep. “Dalam kegiatanpun lebih parah lagi, tidak kreatif”, tambahnya
Menurutnya, selain tidak melibatkan para kreator seni, juga korelasi dengan moment bersejarah ini, jauh panggang dari api. “Selama ini koptasi kesenian masih saja bercokol dan dikuasasi pemerintah. Kekuatan seniman plat merah tampaknya cenderung lebih dipercaya sebagai alat pemerintah”, jelasnya.
“Hal ini sangat memprihatinkan, salah satu penyebab keterpurukan kesenian di Sumenep, disebabkan oleh pola yang berpihak itu”, tambahnya.
Untuk itu pihaknya berharap, agar model kekuasaan macam ini segera dihentikan. Pemerintah berkewajiban sebagai penyedia fasilitas dan mendukung terhadap seluruh aktifitas kesenian kesenian di Sumenep,"selama ini kan hanya komunitas tari yang dianak emaskan",jelasnya (Zam)