Home » » Kesenian Tradisional Masih Hidup, Meski Megap-megap

Kesenian Tradisional Masih Hidup, Meski Megap-megap

Written By Madura Aktual on Minggu, 08 Februari 2015 | 17.50

Apakah yang selama ini kita berikan untuk kesenian sudah maksimal menyentuh target yang kita inginkan? Ini sebuah pertanyaan yang menjadi kegelisahan penulis untuk membuka ruang diskusi kita. 

“Perjalanan kesenian selama ini yang dapat kita rasakan hanyalah merupakan kegiatan rutin tanpa menyentuh nilai apresiasi dalam mengarungi ruang-ruang kreativitas pencarian dan pencapaian nilai estetika”, demikian dikatakan Agus Suharjoko, seniman teater di Sumenep

Menurutnya, Kesenian yang ada hanya mengulangi peristiwa-peristiwa diatas pangung yang pernah dilakukan sebelumnya oleh komunitas seni. “Pencapaian estetika yang ditawarkan baik kelompok seni tradisional maupun modern belum pernah kita paparkan dalam ruang apresiasi”, jelasnya.

Seperti halnya pementasan kesenian tradisional hanya sekedar hiburan dan kepentingan-kepentingan perayaan atau tamu undangan pemerintah. Pementasan teater serta tari dilaksanakan hanya sebagai penanda pencapaian proses latihan atau ditampilkan bersamaan dengan acara ulang tahun komunitasnya”, ungkap seniman jebolan ISI Yogyakarta itu. 

“Memang ada beberapa kegiatan pentas yang dilanjutkan dengan evaluasi atau acara diskusi, namun yang diwacanakan hanyalah pujian atau kritikan yang tidak apresiatif”, jelas guru SMAN Kalianget itu.

Pada dasarnya kesenian merupakan kebutuhan masyarakat, baik sebagai kreator maupun sebagai penyangga kesenian (masyarakat penonton). Kesenian hidup dan dihidupi karena kebutuhan masyarakatnya, baik sebagai sarana upacara ritual ataupun sebagai sarana hiburan. 

“Kesenian tradisional sampai sekarang pun masih dapat hidup walaupun jantungnya sudah megap-megap karena banyaknya ragam media hiburan yang ditawarkan oleh budaya industri”, katanya. 

Sedang seni pertunjukan modern, tambah Agus, perkembangannya tidak kita ragukan sebagai sarana aktivitas kegiatan kampus maupun kegiatan ekskul di sekolah-sekolah. “Namun apakah kita biarkan mereka berjalan tanpa adanya sentuhan dari pihak yang memayungi kesenian”

Sementara birokrasi yang bertanggung jawab kesenian, tidak berusaha mencoba untuk membangun penonton yang apresian terhadap garapan yang kita tawarkan. 

“Jelas ini adalah hal yang sangat urgent untuk kita pikirkan bersama bagaimana kita mampu membangun penonton yang baru sehingga karya kreativitas kita dapat mencapai puncak-puncak kreativitas”, jelas Agus.

Dengan membangun penonton yang apresiatif dan didampingi oleh pembinaan dari pihak yang terkait secara benar dan rutin, kesenian tidak akan mengalami stagnasi perkembangan dan mungin akan berjalan menuju mercusuar kreativitas yang pernah dilakukan oleh seniman-seniman tempo doloe. Demkian kata Agus. (syafanton)
Jurnalisme Warga

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.
lontarmadura babad madura