Sebuah akronim terkenal yang disampiakan oleh Bung Karno dalam pidatonya tahun 1960-an, yang itu ungkapan “Jangan Melupakan Sejarah” (Jas Merah).
Akronim ini tentu bukan sekedar ungkapan klasik yang hanya diperuntukkan bagi pahlawan yang telah memperjuangkan kemerdekaan bangsa, namun lebih dalam lagi, hakikat Jasmerah menjadi multiple interpretations, dalam segala aspek kehidupan masa lalu yang mengandung nilai-nilai kesejarahan. Jasmerah dalam fenomena kebudayaan daerah mempunyai nilai kesejarahan tersendiri, bergantung latar belakang sosial politik dan budaya, dimana perjalanan sejarah sebuah daerah telah memberikan kontribusi perkembangan politik dan budayanya.
Merefleksi nilai-nilai sejarah politik dan budaya yang terjadi di Sumenep, sangat prinsip untuk dikuak kembali nilai-nilai kesejarahannya, tidak sekedar melalui kisah-kisah yang pernah terjadi, tapi lebih jauh, bagaimana bisa mengungkap kembali kenyataan yang terjadi pada masa lalu, melalui bukti peninggalan-peninggalan yang ada untuk generasi masa datang. Bukti-bukti peninggalan sejarah inilah yang harus dilindungi dan dilestarikan yang kemudian disebut Cagar Budaya.
Salah satu bentuk pelindungan Cagar Budaya adalah zonasi atau pemintakatan. Dalam konteks penerapannya di Indonesia, pemintakatan atau zonasi telah diatur dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1993 tentang pelaksanaan UU No. 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya yang masih tetap berlaku.
Dalam ketentuan umum UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya disebutkan “Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan, Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya”. Sementara itu, zonasi dipahami sebagai penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
Benda Cagar Budaya merupakan benda warisan kebudayaan nenek moyang yang masih bertahan sampai sekarang. Benda Cagar Budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting, artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan baik di masa kini maupun masa yang akan datang. Dengan demikian perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional. Sebagai kekayaan budaya bangsa, benda Cagar Budaya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.
Cagar Budaya yang dimaksud adalah; Benda buatan manusia, bergerak atau tidak bergerak yang berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian - bagian atau sisa-sisanya yang berumur sekurang -kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap memiliki nilai penting, sejarah , ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. situs adalah lokasi yang mengandung atau diduga mengandung benda Cagar Budaya termasuk lingkungannya yang diperlukan bagi pengamanannya.
Dalam konteks sejarah kebudayaan, Kabupaten Sumenep banyak menyimpan tinggalan benda Cagar Budaya, yang sampai sekarang tinggal reruntuhan ataupun yang masih utuh. Untuk menjaga kelestarian benda Cagar Budaya tentunya membutuhkan perlakuan khusus dalam menanganinya. Benda Cagar Budaya secara garis besar bisa dibedakan menjadi dua yaitu benda Cagar Budaya yang pada saat ditemukan sudah tidak dimanfaatkan lagi seperti fungsi semula atau sering disebut dead monument dan benda Cagar Budaya yang masih dimanfaatkan seperti fungsi semula atau living monument.
Sejumlah Cagar Budaya dalam bentuk bangunan yang masih dapat dimanfaatkan seperti Keraton Sumenep, Masjid Agung, Asta Tinggi dan lainnya, adalah bagian yang sangat mendasar untuk dilindungi, sebab bangunan ini menjadi ciri indentitas kedaerah dan masih tetap dimanfaatkan dan difungsikan sebagai kebutuhan kepentingan kemasyarakatan atau living monument. Kemudian benda Cagar Budaya yang sudah tidak dimanfaatkan lagi atau dead monument, seperti benteng Belanda Kalimo’ok, keberadaan kota tua Kalianget dan banyak lagi bertebaran di pelosok daerah ini.
Nah, berangkat dari satu kondisi ini, dalam penyampaian nota penjelasan rancangan Perda Kabupaten Sumenep atas usul Prakarsa DPRD salah satunya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pelestarian Cagar Budaya yang merujuk pada UU Nomor 11/2010 tentang Cagar Budaya, Juli lalu. Prakarsa Pelestarian Cagar Budaya yang memuat materi antara lain ; azas, tujuan dan lingkup, fungsi, tugas dan wewenang, kreteria Cagar Budaya, penemuan dan pencarian, pemilikan dan penguasaan, registrasi Cagar Budaya, pelestarian, tim ahli Cagar Budaya, pengawasan dan penyidikan serta sanksi administratif. (bersambung)