Home » » Penanganan Korupsi, Perlu Cek dan Ricek

Penanganan Korupsi, Perlu Cek dan Ricek

Written By Madura Aktual on Selasa, 13 Januari 2015 | 00.50

Ksepatrakan anti korupsi Bupati Sumenep dengan mahasiswa
Karena korupsi saat ini sudah mengakar, maka korupsi tak hanya terjadi di sentra Negara ini. Korupsi tak hanya terjadi di Jakarta, atau di belahan kota-kota besar di Indonesia. Pun, meski yang hingar-bingar di sana, bukan berarti korupsi tak merambah belahan kota nun jauh di sana. Yang akses masih rendah, maupun akses kontrol yang lemah

 “Yang tampak itu baru yang dimuat di media, itupun masih meliputi kasus-kasus besar saja,” kata Imam lebih lanjut.

Memang, kasus-kasus korupsi yang heboh itu bukan hanya nilai korupsinya, namun juga pelaku-pelakunya yang notabene golongan kakap, kalau tidak mau disebut paus. Seperti para pejabat Negara yang meliputi menteri, gubernur, anggota DPR, bupati, bahkan yang terjerat juga bisa aparatnya, ya polisinya, jaksanya, hakimnya, dan lainnya.

Untuk kabupaten Sumenep, Imam mengakui juga tidak bisa lepas dari korupsi. Oleh karenanya khusus di wilayah birokrasi, Imam mengusulkan adanya cek dan ricek (check and recheck) dalam penanganan dan pencegahan korupsi. “Itu perlu. Karena korupsi tanpa adanya tindak lanjut hanya akan menjadi angin lalu,” katanya.

Perkataan Imam ini senada dengan yang diucapkan Ahmad Nizar, salah satu pemuda di Sumenep. Menurut lulusan fakultas hukum di Unija Sumenep ini, korupsi masih terhambat dengan fenomena tebang pilih. “Kalau saya lihat banyak kasus yang berjalan di tempat, atau malah berhenti di tempat. Jadi mari evaluasi bersama. Harus ada dukungan kuat dari masyarakat luas,” tambahnya.

Di beberapa tempat, lembaga-lembaga anti korupsi berdiri. Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM itu bermacam-macam namanya. Tak terkecuali di Sumenep. Namun seakan tak peduli dengan kehadiran lembaga-lembaga anti rasuah itu, korupsi terus berjalan.

“Ya sebenarnya terus hampir tak bisa berhenti. Dan lagi korupsi itu sebenarnya umum. Artinya tidak sebatas kasus-kasus yang merugikan Negara dalam nilai besar saja. Yang kecil-kecilan juga disebut korupsi, selama itu masih berbau suap, menggunakan milik Negara untuk kepentingan pribadi dan sebagainya,” kata Nizar.

Imam Hidayat juga berpendapat sama. Menurut pria yang berprofesi sebagai pengacara ini, pemberantasan korupsi harus ke akar-akarnya. Entah itu kasus besar atau kasus kecil. “Semua yang perbuatan yang merugikan Negara harus diberantas,” ujarnya berapi-api.

Oleh karena itu Imam mengkritik LSM anti korupsi agar benar-benar istiqomah memperjuangkan pemberantasan Korupsi. “Jangan hanya menjadi Lembaga Sokkor Milo (LSM), tapi benar-benar Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang berjuang untuk masyarakat,” kritiknya.

Imam juga menyentil ungkapan lama bahwa hukum bisa dibeli. Menurutnya ungkapan itu saat ini masih terus relevan dengan fakta sekarang. “Terus terang, saya sering mendapat keluhan klien yang kadang dimintai uang oleh oknum-oknum yang katanya penegak hukum. Jumlahnya juga tentu tidak sedikit, tapi ya sulit juga ini dihentikan. Karena masyarakatnya sendiri mau membayar. Alasannya, kalau tidak bayar bisa lama di hotel prodeo,” ungkap Imam sambil tertawa.

Ia kemudian bercerita tentang kasus hukum yang ditanganinya beberapa waktu lalu. Tempat kejadian perkaranya di wilayah kepulauan, tanpa menyebut nama pulaunya. Menurutnya itu kasus pemukulan yang diarahkan pada hukum perlindungan anak, karena korbannya masih di bawah umur. Dari alur ceritanya, menurut salah satu aktivis IPK2M (Institut Penindakan Korupsi dan Kriminal Madura) ini banyak terlihat kejanggalan mulai dari proses laporan, visum hingga penahanan tersangka. 

“Padahal jujur, jika kasusnya terus dibela lebih lanjut tersangka bisa bebas murni, karena saya lihat ada pelanggaran hukum di dalam proses penahanannya. Seperti saksi yang tidak ada tapi diadakan, visum yang diduga tidak melalui prosedur yang benar, hingga tidak adanya surat perintah penahanan, tapi langsung dijemput dan ditahan. Tapi akhirnya karena tersangka tidak kuat lama di tahanan dan khawatir akan divonis lama, akhirnya pihak keluarga melakukan upaya-upaya lain, sehingga divonis hukuman ringan dan cepat bebas,” katanya tanpa menyebut upaya-upaya lain itu secara detil.

Tapi masalahnya aksi “main mata” antara oknum penegak hukum dengan masyarakat yang tersandung kasus hukum ini sulit dibuktikan, karena tanpa jejak sama sekali. “Tidak bisa diungkapnya karena tidak ada bukti kuat. Jadi benar-benar rapi,” imbuhnya.

Jadi menurut Imam, semua elemen hukum mesti didukung oleh masyarakat luas. Pelanggaran demi pelanggaran terjadi karena adanya reaksi keliru dari masyarakat. “Seharusnya pelanggaran tidak harus berlanjut pada pelanggaran-pelanggaran lain. 

Misalnya ketika ada oknum aparat hukum meminta imbalan atau suap untuk meringankan hukuman, jangan direspon dengan pelanggaran hukum yang diantaranya memenuhi permintaan dengan memberikan suap. Masyarakat juga memegang andil besar bahkan utama dalam penanganan korupsi ini,” pungkas Imam. (m. farhan muzammily)
Jurnalisme Warga

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.
lontarmadura babad madura